Oleh:
Timbul Hari Purnomo
Adalah tidak lengkap apabila dalam satu tubuh keorganisasian, tidak ada yang namanya “panitia”. Sebenarnya bagaimanakah keberadaan kepanitiaan dalam organisasi? Panitia merupakan satu komponen formal dalam kehidupan organisasi yang amat penting. Salah satu pengertian yang bersifat umum dari panitia adalah kelompok orang-orang yang mempunyai fungsi kolektif, untuk tujuan tertentu, baik dengan mengemban tugas khusus, ataupun sementara (ad hoc). Namun sekedar membuka wacana, kondisi kepanitiaan dalam organisasi yang sering kita jumpai, bahkan kita alami, sering digambarkan oleh ejekan-ejekan yang acapkali terasa menusuk. Diantaranya adalah seperti berikut ini :
“Panitia yang terbaik adalah yang terdiri dari lima orang, dengan empat orang yang tidak bisa hadir”.
“Di dalam suatu panitia, menit sangat diperhitungkan, tetapi jam dihambur-hamburkan”.
Lebih keras lagi ada kalimat yang berbunyi :
“Suatu panitia adalah sekumpulan dari orang-orang yang tidak berdaya, yang diangkat oleh orang-orang yang tidak berkemauan, untuk melaksanakan hal-hal yang tidak diperlukan”.
Suatu anekdot yang cukup telak menyindir cara kerja kepanitiaan. Namun di lingkungan sekitar kita, yaitu kampus, yang termasuk lingkungan yang organisatoris, kenapa hal-hal yang ada pada anekdot diatas terasa melekat? Apakah hanya sekedar pandangan skeptis dari pihak yang tidak memiliki minat terhadap kepanitiaan, atau bahkan terhadap organisasi? Ada asap, ada api…Beberapa segi negatif panitia yang sering muncul adalah sebagai berikut :
Pertama, yang sangat klasik adalah penghamburan waktu dan biaya. Sesuai dengan anekdot diatas. Begitu banyak waktu yang disiakan dalam kepanitiaan. Efektivitas waktu terasa begitu dikesampingkan. Ketika telah mencapai deadline, baru bergegas, akhirnya adalah hasil dari pekerjaan yang tergesa-gesa : tak terkoordinir dengan baik. Salah satu penyebab terhamburnya waktu ini adalah sikap kurang menghargai waktu yang tersedia dan cenderung meremehkan. Hal lain yang dapat dikatan sebagai biang pemborosan waktu adalah hakikat kerja dari panitia akan hak yang sama dari tiap panitia dalam berbicara dan berpendapat. Sekilas tampak sisi demokratis yang bagus dari sini. Namun acapkali hal ini dimanfaatkan oknum panitia yang suka berbicara dan menghamburkan waktu demi kepentingannya. Begitu pula dengan biaya. “Jer basuki mawa bea” mungkin dapat diterima. Namun bukan berarti menggunakan anggaran kepanitiaan tanpa kontrol. Hal ini yang sering mengakibatkan pembengkakan anggaran. Kita tak akan membahas korupsi di sini. Yang ditekankan pada masalah biaya ini adalah lebih pada manajemen anggaran, meski tak menutup kemungkinan praktik korupsi ini dalam tubuh satu kepanitiaan.
Kedua, Dibaginya pertanggungjawaban. Panitia terdiri dari kumpulan individu, namun tak ada pertanggungjawaban personal di dalamnya. Apabila ada keputusan yang diambil kurang tepat, maka tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Cenderung berlindung dalam kepanitiaan terhadap kesalahan pengambilan keputusan. Dengan alasan ini pula seringkali kita temukan bahwa panitia yang dibentuk dengan komposisi sekelompok orang, yang turut aktif dalam kepanitiaan hanya segelintir orang saja – yang biasanya juga orang yang sama pada tiap kepanitiaan- karena yang lain tidak merasa memiliki tanggung jawab akan job share yang telah ditatapkan dalam satu kepanitiaan.
Tak dapat dibantah, bahwa kepanitiaan mempunyai sisi positif juga . Meski anekdot tadi lebih menghantam di sisi negatifnya, sisi positif kepanitiaan ini tidak begitu saja ambles ke dalam bumi. Masih dapat kita rasakan manfaat dari “kegiatan berkelompok” ini. Sangat banyak untuk di- list satu per satu. Sedikit gambaran saja sekedar untuk membuka wacana dan menarik kita untuk lebih menelaah dan mengambil manfaat kepanitiaan lebih jauh.
Selain fungsi global yang telah disampaikan di awal tulisan ini, melatih kepekaan sosial, leadership, dll, kepanitiaan memberi kesempatan kita mendapatkan suatu hal yang bermanfaat, yakni adanya usaha bersama dan pertimbangan-pertimbangan yang menyatu di antara masing-masing personel di dalamnya. Dua kepala lebih baik dari satu. Panitia bersama-sama membawa pengalaman-pengalamannya, pengetahuan, kecakapan, serta kepribadiannya. Kumpulan dari itu semua dari masing-masing personel akan menjadi kombinasi luar biasa dalam pemecahan persoalan kepanitiaan, bahkan persoalan organisasi, yang nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Modernisasi membutuhkan otak cemerlang yang melahirkan ide kreatif. Hal itu dapat dicapai dengan kombinasi hal-hal diatas.
Panitia adalah sarana efektif untuk melatih menghadai dan menyelesaikan, bahkan menghindari konflik yang seringkali terjadi, dan meningkatkan koordinasi di antara bagian-bagian dalam suatu organisasi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi didiskusikan bersama pemecahannya oleh tiap personel, dan ditekankan pada pencapaian goal dalam pengertian “bersama”.
Dipandang dari sisi humanity panitia menawarkan keuntungan yang besar, terutama dalam peningkatan motivasi, yang tampak dari partisipasi yang diberikan. Dengan melibatkan diri dalam setiam usaha solving problem dalam kepanitiaan, maka tiap personel akan dapat menerima setiap leputusan dan melaksanakan kesepakatan bersama. Panitia dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan individu anggotanya. Bagi anggota muda ataupun baru yang minim pengalaman, dapat mengamati kinerja panitia lain yang lebih berpengalaman dalam menghadapi tiap permasalahan yang ada, dan mengerti bagaimana memahami perbedaan pendapat yang muncul dan upaya mengatasi serta mencapai keputusan bersama.
Telah jelas, kepanitiaan memberikan satu kesempatan – mungkin diambil, mungkin tidak – bagi pengembangan pribadi tiap personel yang jelas tidak kita dapat dari diri sendiri. Kata kuncinya kolektivitas.
Pertanyaan bagi kita : Apakah kita akan selamanya menatap dengan pandangan skeptis akan “sekolompok orang” yang disebut “panitia”? Atau bagaimana kita memanfaatkan sarana yang membuka lebar kesempatan bagi kita untuk mengembangkan diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar